Sekuritisasi Aset

Sekuritisasi aset merupakan salah satu cara perusahaan memperoleh dana murah dari pasar. Dalam sekuritisasi aset, entitas menggunakan aset yang dimilikinya sebagai daya tarik calon investor untuk menempatkan uangnya.

Baru-baru ini kita mendengar bahwa pemerintah ingin mendorong BUMN untuk melakukan sekuritisasi aset. Langkah ini diperlukan agar BUMN bisa mendapatkan dana segar untuk membiayai dan mendukung ekspansi bisnisnya. Beberapa BUMN sudah melakukan hal ini. Sebagai contoh, Bank Tabungan Negara (BTN) pada 2017 melakukan sekuritisasi aset dengan merilis Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi (KIK-EBA)-SP senilai Rp 1 trilyun. Contoh lain, Mandiri Sekurititas Investasi (MSI) berencana menerbitkan produk dengan skema KIK-EBA berbasis sekuritisasi aset jalan tol dengan target penghimpunan dana sebesar Rp 2 trilyun.

Sekuritisasi aset secara sederhana bisa didefinisikan penciptaan sekuritas (surat utang) dengan agunan aset. Biasanya aset yang dijadikan agunan adalah aset yang memang sudah ada dan dimiliki entitas (aset eksisting). Di Indonesia, piutang dan aset tetap merupakan aset yang paling sering disekuritisasi. Penerbitan surat utang yang dilakukan oleh BTN dan MSI di atas merupakan contoh sekuritisasi aset.

Dalam perkembangannya jenis aset yang disekuritisasi meluas. Aset yang disekuritisasi bukan hanya aset eksisting tetapi juga aset yang belum ada dalam laporan keuangan entitas. Di Indonesia, sekuritisasi aset jenis ini sekarang belum ada, tetap kemungkinan besar akan ada di kemudian hari. Aset yang akan ada ini biasanya berasal dari pendapatan di masa depan disebut “aset masa depan” (future assets) atau pendapatan masa depan (future revenue). Pendapatan masa depan dapat bersifat kontraktual, seperti pendapatan yang berasal dari kontrak jangka panjang penjualan batu bara ke suatu entitas, atau non-kontraktual seperti pendapatan jalan told dan tiket penumpang. Salah satu contoh nyata adalah sekuritisasi aset yang dilakukan oleh Korean Air Lines, perusahaan Korea Selatan, pada 2011 dengan menerbitkan efek senilai USD 300 juta beragun aset dari penjualan tiket penumpang.

Dalam sekuritisasi atas aset jenis pertama, pertimbangan aspek akuntansi kurang dominan dibanding aspek legalitas dan valuasi nilai wajar aset yang disekuritisasi. Aspek akuntansinya pun relatif sederhana. Karena aset sudah ada dalam laporan keuangan, biasanya yang menjadi perhatian adalah mengenai klasifikasi aset dalam laporan posisi keuangan dan pengungkapannya. Demikian pula, apabila surat utang diterbitkan dan uang telah diterima entitas, klasifikasi utang dan pengungkapannya juga menjadi perhatian.

Sementara itu, dalam sekuritisasi aset jenis kedua, beberapa hal perlu menjadi pertimbangan. Pertama, pertimbangan mengenai apakah ketentuan hukum yang berlaku memungkinkan dilakukannya sekuritisasi atas pendapatan masa depan. Di Indonesia, peraturan yang relevan adalah peraturan Bapepam/OJK No. IX.K.1 tentang pedoman kontrak investasi kolektif efek beragun aset. Saat ini perusahaan yang sedang dalam melakukan sekuritisasi pendapatan masa depan adalah PT Jasa Marga Tbk (JM). Yang disekuritisasi oleh JM adalah pendapatan tol masa depannya.

Kedua, pertimbangan mengenai jenis pendapatan masa depan yang dapat disekuritisasi. Jenis pendapatan masa depan yang dapat disekuritisasi adalah pendapatan masa depan dengan tingkat kemungkinan realisasi yang tinggi. Di kebanyakn yurisdiksi, hanya pendapatan yang timbul dari kontrak yang mudah dikenali (“readily identifiable” contract) saja yang memiliki kemungkinan untuk disekuritisasi. Secara hukum pendapatan harus nyata ada atau “true sale”.

Ketiga, pertimbangan mengenai pengukuran jumlah pendapatan masa depan sebagai dasar penentuan nilai surat utang yang akan diterbitkan. Dalam hal ini, diperlukan estimasi dan pengukuran yang andal. Terakhir, pertimbangan mengenai bagaimana pendapatan masa depan dicerminkan dalam laporan keuangan, yakni apakah pendapatan masa depan memenuhi kriteria pengakuan sebagai aset sesuai standar akuntansi keuangan. Kemudian, apabila memenuhi kriteria pengakuan, bagaimana pengukurannya. Disini, substansi transaksi akan menentukan rujukan ke standar akuntansi keuangan yang paling sesuai.

Key Points:

  • Sekuritisasi aset merupakan cara entitas memperoleh dana murah dengan mengagunkan asetnya.
  • Aset yang diagunkan dapat berupa aset yang sudah ada dan dimiliki entitas (aset eksisting) atau yang akan ada (aset atau pendapatan masa depan).
  • Sekuritisasi aset atau pendapatan masa depan memerlukan pertimbangan yang lebih banyak dibanding sekuritisasi aset eksisting.

sumber: Wake up call, RSM Indonesia 2017

(img : sponsorshipcollective.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *