Di saat banyak perusahaan batu bara kolaps karena tekanan harga dan anjloknya permintaan, perusahaan ini justru makin bersinar, bagaimana bisa? Apa kiatnya?
Nothing wrong with your business. It’s all about how to manage your company.
Tidak ada bidang bisnis yang surut. Yang ada: pelaku bisnis yang tidak pandai mengelola bisnisnya.
Sinyalemen itu tampaknya tepat untuk menggambarkan apa yang terjadi pada sektor bisnis tambang batu bara yang dalam dua tahun terakhir banyak ditinggalkan para pemainnya karena harga dunia yang makin menurun. Banyak mantan pelaku bisnis tambang batu bara yang membuat kesimpulan bisnis batu bara sudah tamat, margin penambang batu bara semakin tipis alias habis. Ini sejalan dengan pengalaman mereka mengelola tambang yang terus merugi hingga kemudian banyak yang angkat kaki dari bisnis ini.
Kendati demikian, faktanya tidak semua pemain mengalami hal serupa. Tetap saja ada sejumlah pemain perusahaan batu bara yang kinerjanya bagus atau bahkan semakin bersinar. Mereka inilah pemain yang cermat dalam mengelola bisnisnya.
Tak percaya, tengoklah apa yang terjadi pada Baramulti Group
perusahaan batu bara yang dibangun keluarga Althanasius Tossin Suharya. Di saat perusahaan batu bara lain kinerjanya turun, bahkan banyak yang bangkrut alias stop produksi, kinerja Baramulti masih tetap kinclong. Hal ini tampak dari rapor produksi dan penjualan yang tumbuh signifikan dalam lima tahun terakhir. Setiap tahun volume penjualannya selalu tumbuh.
Pada 2012, total penjualannya baru 6.2 juta metric ton (MT) batu bara per tahun. Pada 2016, sudah 16 juta MT. Dengan demikian, kenaikannya lebih dari dua kali lipat. Tiap tahun selalu naik seperti tercermin dari laporan penjualan mereka: tahun 2013: 7,1 juta MT, 2014: 9,1 juta MT, 2015: 14,2 juta MT.
Pertumbuhan kinerja juga tercermin dari nilai penjualan dua anak usaha yang sudah go public. PT Baramulti Suksessarana Tbk. pada 2016 mampu membukukan penjualan bersih US$ 242,5 juta (sekitar Rp 3,2 trilyun) dan PT Mitrabara Adiperdana Tbk. (MBAP) meraih penjualan bersih US$ 187,15 juta (sekitar Rp 2,5 trilyun) — dua anak usaha tersebut saat ini mengontribusi 70% penjualan grup.
Kinerja Baramulti tentu menarik dan menjadi antithesis dari potret pemain di industrinya yang banyak mengalami kerontokan setelah dipukul telak anjloknya harga batu bara dunia. Harga batu bara untuk jenis kalori rendah pada 2011 pernah mencapai US$ 120 per MT, tetapi terus menurun hingga pada April 2016 hanya US$ 54 per MT.
Sebab itu, Baramulti yang tetap eksis, bahkan tumbuh, menarik disimak. Terlebih, grup ini bukan perusahaan batu bara yang ditopang pemodal asing seperti Grup Kideco dan Banpu, ataupun konglomerasi seperti Adaro. “Baramulti bisa survive seperti sekarang karena dikelola dengan konservatif. Kami cukup konservatif dalam mengembangkan bisnis,” kata Khoirudin, Direktur Utama PT Baramulti Suksessarana Tbk. Konservatif yang dimaksud dilakukan dalam berbagai bentuk strategi.
Contohnya, hampir semua upaya pengembangan usaha grup ini selalu diawali dari ekuitas milik sendiri, tidak serta merta meminjam bank untuk pengembangan usaha meskipun banyak bank menawarinya. “Kalau prospeknya sudah sangat jelas, baru kami akan mengambil pinjaman bila diperlukan,” ungkapnya.
Manajemen Baramulti sangat meyakini, berbisnis batu bara membutuhkan kesabaran tinggi karena sekali terlanjur melakukan investasi dan kegiatan operasional mulai berjalan, akan susah berhenti –terkait berbagai kewajiban dan biaya yang harus dipenuhi. Untuk itu, manajemen merasa sangat penting melakukan perencanaan dan pengelolaan secara konservatif. “Bahwa kemudian hasilnya lebih baik dari rencana kami yang konservatif, itu merupakan upside yang menjadi bonus bagi kami,” kata Khoirudin.
Sejak awal manajemen sadar dan tak ingin latah dalam ekspansi dan melihat peluang bisnis. Khoirudin mencontohkan, ada sejumlah perusahaan batu bara yang profil kinerja keuangannya kurang bagus karena mereka membuat rencana pertumbuhan bisnis yang terlalu agresif. Konsekuensi dari rencana pertumbuhan yang agresif itu, harus mencari funding untuk memaksakan ekspansi yang diinginkan. Akibatnya struktur biaya kurang kondusif sehingga perusahaan pun tidak kompetitif.
Kondisi seperti itu sangat berbahaya ketika terjadi gejolak penurunan harga sebagaimana sudah dialami dalam beberapa tahun terakhir. “Sejak awal kami sadar bahwa bisnis tambang batu bara ini market driven. Kami tergantung pada harga batu bara, namun kami nggak bisa kontrol harga karena pasar dunia. Karena itu, kunci untuk survive adalah bagaimana mengendalikan biaya, harus efisien,” Khoirudin menandaskan.
Ketika membuat rencana pertumbuhan bisnis, lanjut Khoirudin, pihaknya tidak membuat target yang fantastis dengan penjualan berlipat. “Prinsip kami, selalu membuat target pertumbuhan yang challenging, tetapi bukan sesuatu yang melonjak fantastis. Semua orang ingin naik fantastis, tetapi kami ingat bahwa risikonya juga besar,” katanya. Prinsip seperti itu juga dijalankan Baramulti dalam melakukan belanja investasi infrastruktur dan prasarana, seperti pelabuhan, stockpile, armada pengangkutan, kapal angkut, dan pembukaan area tambang baru. Semua dilakukan dengan konservatif sesuai dengan kebutuhan, bukan tipikal pemain yang sangat agresif.
Contoh gaya konservatif juga tampak dalam pembukaan area penambangan. Seperti diketahui, tahun 2010, ketika harga batu bara sedang bagus, terjadi euphoria di bisnis ini, di mana hampir semua pemain melipatgandakan jumlah kapasitas produksi, bahkan banyak pemain lain yang awalnya berbisnis di sektor lain kemudian ikut masuk ke bisnis batu bara karena ingin cepat untung. Mereka berlomba dan berani mengakuisisi tambang-tambang baru yang sebenarnya potensi profit-margin-nya sangat kecil. Nah, Baramulti tidak tergoda dengan pola itu. “Kami bekerja sesuai plan sendiri karena tahu akan sampai berapa tahun umur tiap-tiap area tambang untuk dieksplorasi. Masing-masing sudah direncanakan tahap-tahap kapasitas ekplorasinya, juga rencana penutupan tambangnya. Meskipun harga batu bara sedang bagus-bagusnya, kami tidak akan genjot atau lipatkan produksi karena hal itu akan mengganggu rencana. Kami memang menyesuaikan diri dengan kondisi market, namun dalam porsi yang sangat minif. Kami konservatif sekali,” kata Yo Angela Soedjana, Preskom PT Mitrabara Adiperdana Tbk. (Mitrabara) menerangkan.
Karena dalam merencanakan pertumbuhan bisnis lebih terstruktur dan konservatif, besaran pinjaman Baramulti terbilang kecil. Debt to Equity ratio perusahaan bisa dijaga pada level yang relative rendah sehingga liability perusahaan pun tidak tinggi. Hal ini juga bisa dilihat dari kinerja keuangan 2016 Baramulti Suksessarana, dimana rasio lancar sebesar 111%, rasio utang terhadap aset sebesar 31% dan rasio utang terhadap ekuitas pada level 44%.
“Kondisi itu membuat kami lebih fleksibel dalam mengelola cash flow dan mengontrol biaya. Terbukti ketika harga batu bara anjlok, perusahaan yang belanja investasi tidak berlebih seperti kami problemnya lebih ringan karena tidak terbebani biaya modal. Itulah yang membuat Baramulti tetap selamat ketika kondisi batu bara sedang sulit, penurunan harga lebih dari 50%,” papar Khoirudin.
Ya, mengembangkan bisnis dengan pola yang sangat terencana dan terstruktur. Tidak hit dan run. Itulah prinsip yang dipegang manajemen. Mereka sangat hati-hati mengelola pertumbuhan usaha, dan menginginkan segala sesuatunya dalam kontrol. Hal itulah yang membuat perusahaan mampu bertransformasi secara mantab dari awalnya hanya sebuah usaha trading batu bara (1988) menjadi korporasi terintegrasi dengan 11 konsesi tambang.
Kehati-hatian seperti itu bukan berarti perusahaan tidak ingin tumbuh atau hanya tumbuh sangat pelan. Namun, lebih sebagai upaya menjaga soliditas fundamental bisnis dan meminimalkan risiko. Bila diperlukan untuk melakukan investasi, Baramulti tetap tak ragu membenamkan uang untuk investasi penambangan ataupun penambangan prasarana tambang.
Bahkan, menurut Khoirudin, salah satu yang membuat perusahaannya bisa survive: ketika harga batu bara mulai terjun, perusahaan sudah selesai melakukan investasi infrastruktur. Cukup beruntung, berbagai sarana infrastruktur, seperti pelabuhan dan kanal sungai, sudah selesai dibangun ketika harga batu bara mulai mengalami tren turun.
Keberadaan infrastruktur tersebut sangat krusial bagi keuangan perusahaan karena membantu melakukan efisiensi dari sisi biaya logistic dan transportasi. Maklum, dilihat dari sisi struktur biaya, ongkos logistik merupakan salah satu pembentuk komponen biaya terbesar di bisnis tambang batu bara. “Infrastruktur kami selesai dibangun tepat pada waktunya,” ungkap Khoirudin.
Dari sisi sarana tambang, Baramulti saat ini memiliki sekitar 46 kapal tongkang untuk menunjang pengangkutan batu bara di tambang sendiri ataupun disewakan ke perusahaan lain. Perusahaan ini juga telah memiliki delapan floating crane di lepas pantai yang dipakai untuk membantu proses transhipment batu bara dari kapal tongkang ke kapal vessel besar. “Kami hanya akan investasi untuk sarana yang kami bisa mengelolanya dengan lebih baik,” kata Khoirudin. “Untuk sarana seperti truk pengangkut batu bara, kami outsource ke pihak ketiga yang memang ahlinya,” tambahnya.
Di luar itu, Angela menambahkan, kemampuan menjaga hubungan baik dengan para pembeli batu bara juga menjadi kunci perkembangan perusahaanya. Dia menegaskan, “Kami memegang teguh komitmen terhadap kontrak-kontrak dengan para pembeli walaupun terkadang pahit. Dalam marketing, Baramulti dikenal komit terhadap kontrak. Itu yang membuat mereka loyal berbisnis dengan kami.”
Menurut Angela, banyak godaan untuk tidak komit terhadap kontrak di bisnis ini, tetapi Baramulti mampu menghindarinya. Contohnya, ketika harga batu bara sedang berada di level rendah, perusahaan menandatangani kontrak suplai ke luar negeri hanya seharga US$ 45 per MT. Namun, beberapa bulan kemudian harga batu bara melambung ke angka US$ 100 per MT. Saat itu, bila hanya mencari untung sesaat, perusahaan akan memutuskan kontrak yang ada, kemudian mencari pembeli lain yang mau membeli sesuai dengan harga pasar.
“Baramulti nggak demikian. Kami tetap mengirim batu bara sesuai harga kontrak. Walaupun sakit, tetap kami jalani. Kami berani kehilangan kesempatan untung yang fantastis,” Angela menandaskan. Karena cara berbisnisnya itu, perusahaan mendapatkan beberapa penghargaan sebagai pemasok terbaik dari mitranya.
Nah, dengan pola itu, di sisi lain, ketika harga batu bara sedang anjlok ke titik rendah, dampaknya tidak akan langsung memukul telak perusahaan. Pasalnya, pelanggan yang sudah telanjur terikat kontrak beli dengan Baramulti tidak serta-merta menuntut penurunan harga agar mengikuti harga batu bara yagn sedang turun. “Karena kami menjaga hubungan baik dan saling pengertian, ketika harga batu bara turun pun, bila meminta harga kontraknya diturunkan, mereka akan meminta dengan cara soft. Tidak serta merta memutus kontrak,” kata Khoirudin.
Di bisnis batu bara, kemampuan mengelola para pembeli menjadi salah satu kunci keberlangsungan bisnis karena umumnya sekali deal nilainya bisa jutaan dolar. Namun, bagi Baramulti, semua pelanggan dianggap penting dan harus diperlakukan secara baik dengan prinsip saling membutuhkan. “Buat kami, pelanggan tetap pelanggan. Walaupun dia hanya pelanggan rutin satu tongkang, tetap kami akan jaga,” kata Angela yang lama berpengalaman di dunia pemasaran batu bara.
Prinsip itu bukan sekadar janji surga. Maklum, perusahaan sudah membuktikan manakala harga batu bara dunia sedang tinggi dan kalangan pemilik tambang rata-rata mengarahkan produknya hanya untuk ekspor ke China, India dan Jepang. “Kami tidak demikian, tetap kami maintain pasar domestic. Bukan semata-mata kewajiban, tetapi juga untuk menjaga pasar domestic dan saling membutuhkan,” tutur Angela.
Dengan pola itu, selama ini Baramulti tidak mengalami kesulitan memasarkan batu bara karena klien loyal dan mengetahui karakter bisnisnya. “Mereka datang sendiri ke sini. Market tidak meninggalkan kami karena kami men-create pelanggan loyal,” Khoirudin menimpali.
Dari sisi produk, untuk menjaga sustainability pemasaran, Baramulti menerapkan pola single product tetapi multiresources. Single product artinya bukan batu bara blending (campuran) dari beberapa kalori yang berbeda karena akan sulit untuk menjaga konsistensi kualitas. “Batu bara yang kami pasarkan adalah batu alami yang keluar dari tambang kami, yang hanya kami bersihkan. Kami menggunakan model ini untuk mengurangi deviasi kualitas,” Khoirudin menjelaskan.
Risiko pola ini, diakui Khoirudin, dalam menggarap pasar pihaknya tidak bisa menyasar segmen yang lebar karena pihaknya tidak mencampur beberapa kalori batu bara untuk diarahkan menjadi satu kualifikasi produk batu bara tertentu sesuai dengan keinginan buyer. Namun sisi positifnya, kualitas produk batu baranya lebih konsisten dan pihaknya bisa mendapatkan tipe pelanggan yang fanatik.
Nah, untuk menyasar segmen yang lebih luas, perusahaan punya cara sendiri. Yakni, dengan memperluas jumlah konsesi tambang yang dimiliki. Setiap tambang memiliki kandungan batu bara dengan kualifikasi kalori yang beragam, dari rendah hingga tinggi. Saat ini, mereka mengantongi 11 konsesi tambang, mulai di Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, hingga Sumatera Selatan. Karena punya beragam jenis batu bara yang asli alami tersebut, mereka bisa menawari pelanggan berbagai jenis kalori batu bara sesuai dengan kualifikasi boiler mesin pembangkit listrik milik si pembeli.
Pola ini bisa dijalankan karena Baramulti juga menggunakan pendekatan terpusat di bidang pemasaran. Dari 11 perusahaan tambang tersebut, organisasi pemasaran dijadikan satu di kantor pusat untuk memudahkan pengelolaan. Pola ini, selain akan lebih efisien, juga lebih efektif untuk mendapatkan deal-deal kontrak bagi semua anak usahanya. Salah satu kekuatan kami, produk batu bara yang ditawarkan multiresources. Kami seperti supermarket,” kata Khoirudin.
Jangan lupa, salah satu kejelian perusahaan ini adalah membangun aliansi dengan pemain besar batu bara dunia untuk memperkokoh kinerja penjualannya. Mereka menggandeng perusahaan besar yang bisa memperkuat keterjaminan penjualan. Bisa dimengerti, grup ini membangun kesepakatan jangka panjang dengan Tata Power, perusahaan pembangkit listrik terbesar di India yang juga salah satu pembeli batu bara terbesar asal India. Bersama Tata Power, Baramulti bukan hanya menjalin kontrak penjualan, tetapi juga investasi.
Tata Power, melalui entitas usahanya, Khopoli Investments Limited, memiliki 26% saham Baramulti Suksessarana, yang memproduksi batu bara kalori rendah. Sebelum ada penyertaan kepemilikan tersebut, Tata Power pun menjaling long term coal supply agreement dengan PT Antang Gunung Meratus, perusahaan yang 100% sahamnya dimiliki BS.
Hal yang sama dilakukan Baramulti dengan Idemitsu Kosan Co. Ltd, perusahaan energi asal Jepang yang selama ini menjadi salah satu pembeli utama batu baranya. Dengan idemitsu, pada akhirnya grup ini tidak hanya menjalin kerja sama dalam bentuk kontrak jual-beli, tetapi juga kepemilikan saham; Baramulti mempersilakan Idemitsu memiliki saham minoritas di Mitrabara. Anak usahanya ini memiliki tambang batu bara di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, dengan kandungan kalori tinggi yang cocok dengan kebutuhan Jepang.
“Sekarang di perusahaan kami, kalau ada plastic, batu atau batang rokok yang sampai terselip di batu bara yang akan kami kirim ke pelanggan, akan kami review kenapa bisa terjadi. Kami banyak belajar dan melakukan improvement hasil brainstorming dengan Jepang. Mereka sangat sensitif soal kualitas,” kata Angela. Bermitra dengan pemain kuat dunia membuat Baramulti terus mengembangkan proses dan organisasi bisnisnya agar bisa mencapai operational excellence. Terkait strategi pengelolaan kontrak penjualan dengan para pembeli, di grup ini ada perbedaan perlakuan untuk setiap tambang miliknya. Untuk Baramulti Suksessarana yang tambangnya berada di Kal-Sel dan transportasi logistiknya relatif mudah, misalnya pihaknya berani melakukan kontrak jangka panjang penjualan untuk porsi yang besar. Tak kurang dari 60% dari total produksi sudah diikat oleh kontrak penjualan jangka panjang (tiga tahun atau lebih). Pihaknya berani melakukan kontrak jangka panjang karena harganya akan kompetitif dan produksinya merupakan batu bara kalori rendah.
Namun, untuk Mitrabara yang lokasi tambangnya di Kalimantan Utara dan memproduksi batu bara kalori tinggi, agak susah melakukan kontrak jangka panjang karena akan sulit bersaing dengan pemain yang lokasi tambangnya lebih dekat ke pelabuhan. Untuk jenis tambang kalori tinggi dan lokasinya jauh di dalam seperti itu, Baramulti lebih banyak bermain pada kontrak jangka pendek (tahunan). Tak mengherankan untuk Mitrabara hanya 20–30% dari penjualannya yang dikerjakan dalam format kontrak suplai jangka panjang dengan pembeli.
Saat ini, dari berbagai konsesi tambang miliknya yang sudah berproduksi, kontributor terbesar adalah Antang Gunung Meratus, yang pada 2016 mencatatkan penjualan batu bara 6,8 juta MT. Antang mengontribusi hampir 40% dari total produksi Baramulti. Secara grup, saat ini porsi penjualan domestiknya di kisaran 35%, sedangkan 65% sisanya untuk memenuhi pasar ekspor.
Tahun 2017 ini Baramulti tetap mencanangkan target pertumbuhan yang menantang untuk anak-anak usahanya. Misalnya, Antang, dari 6,5 juta MT menjadi 8 juta MT (25%-nya diarahkan untuk pasar domestic), sedangkan Baramulti Suksessarana dari 1,5 juta MT menjadi 2 juta MT.
Asnan Furinto, pengamat manajemen yang juga Dosen Manajemen Strategis Universitas Bina Nusantara, melihat Baramulti mengerti pentingnya aspek sustainability dan integrasi di dalam rantai bisnis batu bara. Dengan hanya menjadi trader, nasib perusahaan sepenuhnya bergantung pada naik-turunnya harga batu bara di pasar internasional. Adapun dengan menjadi grup perusahaan teritengrasi –mulai dari pertambangan, logistik hingga perdagangan- Baramulti memiliki daya tahan lebih tinggi terhadap volatilitas harga, sehingga bisnisnya menjadi lebih sustainable.
Asnan melihat Baramulti sudah melakukan hal yang benar dalam mengatur proses produksi. “Mereka mampu melakukan pengendalian produksi, selective, mining dan kendali mutu, dan di saat yang sama memonitor pergerakan tren harga di pasar internasional. Karena nature bisnisnya yang sangat bergantung pada naik-turunnya harga, ada kecendrungan manajemen menjadi lebih spekulatif dan berani risk taking. Hal inilah yang harus dibarengi dengan asas konservatif, tidak aji mumpung, dan berpikir jangka panjang,’ paparnya.
Dia melihat kebanyakan pemain batu bara masih punya pola pikir ingin dapat short term gain dalam waktu singkat. Sedikit pebisnis yang mau berinvestasi jangka panjang untuk mengembangkan sebuah korporasi. Apalagi di bisnis batu bara, masih kental pola pikir trading. Baramulti sepertinya tidak terjebak dengan pola pikir tersebut.
Lebih lanjut Asnan menyarankan agar Baramulti mulai berpikir membangun legacy untuk generasi penerus di perusahaan. “Sebisa mungkin portofolio batu bara dikembangkan menjadi unit-unit yang mandiri dengan memiliki identitas unik. Batu bara memang komoditas generik, tetapi bukan berarti perusahaan atau unit yang memiliki bisnis batu bara juga harus menjadi generik, tanpa differensiasi,” demikian pesan Asna.
Pesan itu tentunya laik disimak. Yang pasti, untuk sementara waktu, Baramulti mampu bersinar ketika yang lain memudar.
Poin Penting Strategi Pertumbuhan Baramulti:
Mengelola bisnis secara konservatif, khususnya dalam investasi dan pengembangan bisnis baru.
Disiplin dalam mengembangkan tambang sesuai dengan rencana, tidak mudah tergoda kenaikan harga pasar sesaat.
Membangun aliansi dengan sejumlah buyer besar global dalam kontrak suplai jangka panjang untuk mengamankan penjualan (sekaligus menawarkan kepemelikan saham untuk buyer tertentu).
Membangun basis pelanggan loyal dengan menaati semua kontrak yang sudah disepakati.
Mengandalkan penjualan batu bara single product tetapi multiresources (banyak tambang).
Melakukan investasi infrastruktur tambang yang diperlukan untuk menekan biaya logistik dan pengangkutan hasil tambang.
Mengembangkan pola-pola operational excellence dalam proses penambangan, bukan semata-mata melihat output.
sumber: majalah swa, edisi 09, 2017